Norman Edwin On Aconcagua Expedition
Wamen ESDM Widjajono Partowidagdo meninggal di Gunung Tambora. Pria lulusan
ITB ini memang dikenal hobi mendaki gunung. Widjajono bukan satu - satunya
tokoh Indonesia yang meninggal di atas gunung saat menjalankan hobinya. Norman Edwin pun meninggal di gunung.
Badai salju meniupkan angin beku dengan kecepatan mencapai 240 Km / jam di lereng -
lereng Ancocagua. Jangankan pendaki gunung biasa, Ranger Argentina yang sudah berpengalaman saja kesulitan menjajaki
gunung yang membentang sepanjang Argentina
- Chile ini. Hampir saja mereka menyerah karena cuaca buruk yang
menyerang Aconcagua
pertengahan Maret 1992 lalu.
Di satu titik gunung tertinggi dunia itu, entah bagaimana nasib dua pendaki
gunung Indonesia. Sudah beberapa hari Norman
Edwin dan Didiek Samsu tidak diketahui kabarnya. Dua anggota Mapala UI ini sedang dalam misi mendaki Ancocagua yang berketinggian
6.959 meter. Keduanya pendaki terbaik Indonesia. Norman adalah petualang paling top saat itu. Dia juga wartawan senior
harian Kompas. Sementara Didiek Samsu adalah wartawan Jakarta Jakarta.
Mereka bertekad menjadi orang pertama yang mengibarkan merah putih di tujuh
puncak tertinggi dunia. Misi ini hampir berhasil. Norman sudah mendaki Cartensz Pyramid di Papua ( 4.884
meter ), McKinley di Alaska, Amerika
Serikat ( 6.194 meter ), Kilimanjaro
di Tanzania, Afrika ( 5.894 meter ), dan Elbrus di Rusia ( 5.633 meter ). Tinggal tiga gunung lagi, Ancocagua
di Argentina, Vinson Massif ( 4897 meter ) di Antartika dan Everest
( 8850 meter ) di Nepal.
Norman Edwin dan Didiek Samsu berangkat mendaki Ancocagua tanggal 12 Maret
1992. Tanggal 19 Maret diduga Norman mengalami frosbite pada tangannya
sementara Didiek mengalami kebutaan akibat pantulan sinar Matahari di atas es.
Seharusnya tanggal 20 Maret mereka sudah kembali ke Plaza de Mulas, atau titik pertemuan para pendaki. Tapi mereka
tidak kunjung kembali.
Tanggal 23 Maret, para pendaki lain menemukan jenazah Didiek Samsu. Jenazah Didiek terbujur di dalam kantong
tidur di Refugio Independenzia,
ketinggian 6.400 meter. Waktu itu, salju menutup separuh tubuhnya dari bagian
kaki dan sekitar mukanya. Di dekatnya ditemukan kapak es dan termos air.
Beberapa hari kemudian Tim Ranger
menemukan jenazah Norman. Baru tanggal 2 April jenazah Norman ditemukan di
lereng gunung. Jenazah Norman sudah membeku. Beruang gunung itu meninggal di alam yang sangat dicintainya.
Mengevakuasi dua jenazah itu dari Ancocagua juga bukan perkara mudah. Butuh
berhari - hari hingga jenazah mereka bisa diturunkan kemudian dibawa ke tanah
air.
Sebagai penghormatan, Tim Mapala UI meletakan sebuah plakat di Ancocagua. Dubes RI untuk Argentina beserta rekannya Dubes RI untuk Chile, Soekarno Hardjosudarno yang memimpin upacara penghormatan untuk Norman beberapa bulan setelah keduanya meninggal. Plakat itu bertuliskan:
Sebagai penghormatan, Tim Mapala UI meletakan sebuah plakat di Ancocagua. Dubes RI untuk Argentina beserta rekannya Dubes RI untuk Chile, Soekarno Hardjosudarno yang memimpin upacara penghormatan untuk Norman beberapa bulan setelah keduanya meninggal. Plakat itu bertuliskan:
"In memoriam Didiek Samsu
Wahyu Triachdi...Norman Edwin...On Aconcagua Expedition...Mapala University of
Indonesia, March, 1992"
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar