Pages - Menu

Senin, 08 Oktober 2012

Rokok Salah Satu Penghasil Devisa Terbesar Negara



Merokok dapata menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan janin. Kalimat itu merupakan himbauan pada setiap bungkus rokok  untuk tidak merokok. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun 1995 hingga kini. Yaitu dari sebanyak 34,7 juta perokok menjadi 65 juta perokok. Ini berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Riset Kesehatan Dasar. “Berdasarkan jenis kelamin pada tahun 1995 diperkirakan ada 33,8 juta perokok laki-laki dan 1,1 juta perokok perempuan. 

Namun, pada tahun 2007 angka ini meningkat drastis menjadi 60,4 juta perokok laki-laki dan 4,8 juta perokok perempuan,” kata Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Hasan, Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan, prevalensi merokok pada usia remaja juga sangat mengkhawatirkan, jika pada tahun 1995 hanya tujuh persen remaja merokok, lalu 12 tahun kemudian meningkat menjadi 19 persen. Menurut dia, peningkatan yang drastis ini membuktikan betapa efektifnya strategi industri rokok dan betapa lemahnya pemerintah dalam melindungi remaja dari rokok.

Keberadaan industri rokok di Indonesia memang dilematis. Di satu sisi mereka diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah karena cukai rokok diakui mempunyai peranan penting dalam penerimaan negara.
Namun di sisi lainnya dikampanyekan untuk dihindari karena alasan kesehatan. Peranan industri rokok dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin besar, selain sebagai motor penggerak ekonomi juga menyerap banyak tenaga kerja. Dalam 10 tahun terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada Tahun 1994 penerimaan negara dari cukai rokok saja mencapai Rp 2,9 triliun, Tahun 1996 meningkat lagi menjadi Rp 4,153 triliun bahkan pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi penerimaan cukai negara dari industri rokok menjadi Rp 4,792 triliun dan tahun 1998 melonjak lagi menjadi Rp 7,391 triliun (Indocommercial, 1999: 1).

Kita memang sudah tahu bahwa rokok merupakan salah satu penghasil devisa negara. Tingginya cukai rokok disebut-sebut sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, tercatat sebesar 16,5 triliun Rupiah pada tahun 2004. Namun fakta selanjutnya lebih mencengangkan lagi. Masih pada tahun yang sama pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari 127 triliun Rupiah untuk mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengan rokok. Lebih dari tujuh kali lipatnya sekaligus kembali menguras cukai rokok serta pendapatan negara yang didapatkan sebelumnya. Sebuah jumlah yang mencengangkan jika dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat umum.

Penerimaan cukai tembakau meningkat 29 kali lipat dari Rp 1,7 trilyun menjadi Rp. 49,9 trilyun dari tahun 1990-2008. Ini bukti bahwa kenaikan tingkat cukai tembakau yang dilakukan pemerintah efektif untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan fakta ini, mitos bahwa peningkatan cukai tembakau akan mengurangi penerimaan negara dapat terbantahkan. Ironisnya, kontribusi cukai ini terhadap total penerimaan negara menurun menjadi 5,2% pada tahun 2008. Peningkatan cukai sebesar 2 kali lipat akan menambah

1.                  Pendapatan masyarakat sebesar Rp. 491 Milyar
2.                  Output perekonomian sebesar Rp. 333 Milyar
3.                  Lapangan kerja sebanyak 281.135

Dilain sisi, peningkatan cukai menjadi 57%, maka:

1.                  Jumlah perokok akan berkurang 6,9 juta orang
2.                  Jumlah kematian terkait rokok turun 2,4 juta
3.                  Penerimaan negara dari cukai tembakau bertaambah dengan Rp. 50,1 trilyun.

Berdasarkan putusan MK pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan 36/2009 tentang kawasan tanpa rokok, dalam penjelasannya diwajibkan adanya tempat khusus untuk merokok. Berarti dari sekian penjelasan di atas dapat disimpulkan dari hasil penjualan rokok di indonesia mampu menerima penghasilan yang cukup tinggi. Sehingga pemerintah sebenarnya enggan untuk membuat tempat untuk khusus para perokok, karena hal tersebuat dapat mengurangi pendapatan dari negara. Maka dari itu peraturan itu semua hanya sebuah wacana saja tanpa ada realisasi dari pemerintahitu sendiri. Perlu keberanian dari pemerintah dalam menerapkan peraturan larangan merokok bagi masyarakagt ataupun menyediakan tempat bagi para perokok aktif.


salam Art Is Green
kalau bukan kita siapa lagi
kalau tidak dari sekarang kapan lagi
go green bumiku

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Bego sih, Ini Lampung yai ©Template Blogger Green by Dwie Setia.

Mentariku