Rokok Salah Satu Penghasil Devisa Terbesar Negara
Merokok
dapata menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan
janin. Kalimat itu merupakan himbauan pada setiap bungkus rokok untuk tidak merokok. Jumlah perokok di
Indonesia terus meningkat dari tahun 1995 hingga kini. Yaitu dari sebanyak 34,7
juta perokok menjadi 65 juta perokok. Ini berdasarkan data dari Survei Sosial
Ekonomi Nasional dan Riset Kesehatan Dasar. “Berdasarkan jenis kelamin pada tahun
1995 diperkirakan ada 33,8 juta perokok laki-laki dan 1,1 juta perokok
perempuan.
Namun,
pada tahun 2007 angka ini meningkat drastis menjadi 60,4 juta perokok laki-laki
dan 4,8 juta perokok perempuan,” kata Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah
Hasan, Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan, prevalensi merokok pada usia remaja juga
sangat mengkhawatirkan, jika pada tahun 1995 hanya tujuh persen remaja merokok,
lalu 12 tahun kemudian meningkat menjadi 19 persen. Menurut dia, peningkatan
yang drastis ini membuktikan betapa efektifnya strategi industri rokok dan
betapa lemahnya pemerintah dalam melindungi remaja dari rokok.
Keberadaan
industri rokok di Indonesia memang dilematis. Di satu sisi mereka diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah karena cukai rokok diakui
mempunyai peranan penting dalam penerimaan negara.
Namun di sisi lainnya
dikampanyekan untuk dihindari karena alasan kesehatan. Peranan industri rokok
dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin besar, selain sebagai
motor penggerak ekonomi juga menyerap banyak tenaga kerja. Dalam 10 tahun
terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi
ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu
berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada Tahun 1994 penerimaan negara
dari cukai rokok saja mencapai Rp 2,9 triliun, Tahun 1996 meningkat lagi
menjadi Rp 4,153 triliun bahkan pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis
ekonomi penerimaan cukai negara dari industri rokok menjadi Rp 4,792 triliun
dan tahun 1998 melonjak lagi menjadi Rp 7,391 triliun (Indocommercial, 1999:
1).
Kita
memang sudah tahu bahwa rokok merupakan salah satu penghasil devisa negara. Tingginya cukai rokok disebut-sebut
sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, tercatat sebesar 16,5 triliun
Rupiah pada tahun 2004. Namun fakta selanjutnya lebih mencengangkan lagi. Masih
pada tahun yang sama pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari 127 triliun
Rupiah untuk mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengan rokok. Lebih
dari tujuh kali lipatnya sekaligus kembali menguras cukai rokok serta
pendapatan negara yang didapatkan sebelumnya. Sebuah jumlah yang mencengangkan
jika dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat umum.
Penerimaan
cukai tembakau meningkat 29 kali lipat dari Rp 1,7 trilyun menjadi Rp. 49,9
trilyun dari tahun 1990-2008. Ini bukti bahwa kenaikan tingkat cukai tembakau
yang dilakukan pemerintah efektif untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan
fakta ini, mitos bahwa peningkatan cukai tembakau akan mengurangi penerimaan
negara dapat terbantahkan. Ironisnya, kontribusi cukai ini terhadap total
penerimaan negara menurun menjadi 5,2% pada tahun 2008. Peningkatan cukai sebesar
2 kali lipat akan menambah
1.
Pendapatan masyarakat sebesar Rp. 491 Milyar
2.
Output perekonomian sebesar Rp. 333 Milyar
3.
Lapangan kerja sebanyak 281.135
Dilain sisi,
peningkatan cukai menjadi 57%, maka:
1.
Jumlah perokok akan berkurang 6,9 juta orang
2.
Jumlah kematian terkait rokok turun 2,4 juta
3.
Penerimaan negara dari cukai tembakau bertaambah dengan Rp. 50,1 trilyun.
Berdasarkan
putusan MK pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan 36/2009 tentang kawasan tanpa rokok,
dalam penjelasannya diwajibkan adanya tempat khusus untuk merokok. Berarti dari
sekian penjelasan di atas dapat disimpulkan dari hasil penjualan rokok di
indonesia mampu menerima penghasilan yang cukup tinggi. Sehingga pemerintah
sebenarnya enggan untuk membuat tempat untuk khusus para perokok, karena hal
tersebuat dapat mengurangi pendapatan dari negara. Maka dari itu peraturan itu
semua hanya sebuah wacana saja tanpa ada realisasi dari pemerintahitu sendiri. Perlu
keberanian dari pemerintah dalam menerapkan peraturan larangan merokok bagi
masyarakagt ataupun menyediakan tempat bagi para perokok aktif.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar