Pangeran Raden Saleh: Seniman Lukis Portraitist
Pangeran Raden Saleh Syarif Bustaman lahir pada tahun 1811
dari keluarga Tumenggung Kyai Ngabehi Kertoboso Bustaman (1681-1759), keluarga
Bupati dan Bangsawan terkenal di Indonesia pada jamannya dan bertalian darah
langsung dengan Sultan dari Kerajaan Mataram. Seperti halnya dengan cicit
keponakan Pangeran Raden Saleh, Dr. George H. Hundeshagen (gelar Raden
Adipati Ario), Pendiri dan Ketua Yayasan Pangeran Raden Saleh.
Keluarga Bustaman
menguasai 20 kabupaten dan paling sedikit 7 keluarga Bupati diseluruh
Indonesia, dan dikenang atas dukungan heroiknya bagi perjuangan kemerdekaan
Pangeran Diponegoro. Keluarga kami sangat
menderita atas dukungan kesetiaan kami bagi Pangeran Diponegoro. seperti halnya
sepupu Raden Saleh yaitu Raden Sukur dan adiknya (juga bernama) Raden Saleh,
anak dari Bupati Semarang yang terkenal dan sangat disayang oleh rakyat, Kyai
Raden Adipati Suryamanggala yang juga berjuang bersama Pangeran Diponegoro.
Dikarenakan olelh hal
ini, Ayah Raden Sukur bersama adiknya ditahan oleh Belanda pada tahun 1825 dan
dibuang/diusir keluar wilayah. (Untuk informasi tambahan, silahkan lihat
halaman “Raden Saleh dan Diponegoro”).
Setelah pengkhianatan
yang berakibat tertangkapnya Pangeran Diponegoro oleh Jenderal De Kock,
Pangeran Raden Saleh pindah ke Eropa dimana dia belajar dibawah bimbingan
Cornelius Kruseman dan Andreas Schelfhout.
Walalupun dia merupakan
seniman lukis Indonesia pertama yang melukis dengan gaya barat, fakta bahwa dia
mengekspresikan individualitas dan kreatifitas pada karya-karyanya (berlawanan
dengan gaya tradisional yang menekankan pada reproduksi bentuk dan gaya yang
sudah ada), telah membuka jalan bagi seniman-seniman Indonesia untuk
mengekspresikan ide-ide secara lebih bebas.
Dari Kruseman-lah
Pangeran Raden Saleh mempelajari ketrampilannya sebagai seniman lukis potret
atau portraitist, dan oleh karenanyalah dia diterima diberbagai istana di Eropa
untuk bertugas terutama untuk membuat lukisan potret. Dari tahun 1839, dia melewatkan
5 tahun di Istana Ernst I dan Grand Duke (Adipati) of Saxe-Coburg-Gotha yang
belakangan menjadi pelindungnya. Dari Schelfhout-lah Pangeran Raden Saleh
mempelajari ketrampilan menjadi seniman lukis lansekap.
Pangeran Raden Saleh
berkunjung kebanyak kota di Eropa sampai ke Aljazair. Ketika Hague
(berkebangsaan Belanda), seorang penjinak singa mengijinkan beliau mempelajari
singa-singanya. Lukisan tentang perilaku / tampilan binatang liarlah yang
membawa Pangeran Raden Saleh mendapatkan ketenaran.
Selama tinggal di
Eropa, Raden Saleh bertemu dengan banyak sekali pelukis-pelukis dan
seniman-seniman seperti Eugene Delacroix.
Pada tahun 1839, Raden
Saleh melukis satu dari karya agungnya berjudul “Singa dan Ular”, yang
merupakan simbolisasi peperangan abadi antara yang baik dan jahat, dan
Delacroix melukis lukisan dengan tema yang sama berjudul “Macan dan Ular” pada
tahun 1862, dua puluh tiga tahun setelah lukisan asli Raden Saleh.
Pangeran Raden Saleh
kembali ke Indonesia pada tahun 1851 setelah hidup di Eropa selama 20 tahun dan
kemudian menikah dengan keluarga berpengaruh dari Kesultanan Yogyakarta. Dia
meneruskan pekerjaannya melukis, memproduksi potret aristokrat Jawa, dan banyak
lagi lukisan lansekap. Pangeran Raden Saleh meninggal pada tanggal 23 April
1880 setelah kembali dari perjalanan keduanya ke Eropa demi mengunjungi
keluarganya di Eropa untuk yang terakhir kali.
Sejak saat itu,
Pangeran Raden Saleh menjadi Bintang Utama/Superstar seni Indonesia yang
dicintai dan dihormati. Tiga tahun setelah hari meninggalnya, karya agungnya
dipertunjukkan pada Eksibisi/Pameran Dunia di Amsterdam pada tahun 1883
disebuah paviliun spesial yang dinamakan Paviliun Raden Saleh.
Salah satu kreasi Raden
Saleh yang paling mengharukan adalah lukisan cat minyak “Penangkapan Pangeran
Diponegoro” yang dikembalikan ke Indonesia oleh Istana Kerajaan Belanda pada
tahun 1978. Saat ini lukisan tersebut dipajang di Museum Istana Jakarta. Dalam
lukisan tersebut, Pangeran Raden Saleh sengaja melukis kepala dari pimpinan
pasukan Belanda besar, sebagai simbol dari keangkuhan dan arogansi Belanda
serta membuat sosok yang patut “ditertawakan” dibandingkan dengan sosok yang
serasi dari rakyat Indonesia.
Silahkan kunjungi link ini
untuk mendapatkan interpretasi lengkap atas apa yang Pangeran Raden
Saleh ekspresikan dan nyatakan sebenarnya pada lukisan ini. Anda akan melihat
sisi unik lain dari pelukis besar Indonesia ini.
Dipercayai bahwa pria
Jawa yang menutupi wajahnya, berdiri dibelakang Pangeran Diponegoro dan pria
Jawa yang berdiri tertunduk ditengah kerumunan dibawah tangga adalah potret
diri. Satu-satunya
eksebisi yang komprehensif dari karya-karya lukis asli, cat warna dan gambar
Pangeran Raden Saleh. Kami adalah rumah dari koleksi terbesar Pangeran Raden
Saleh diseluruh dunia, dan pada saat yang bersamaan sumber yang paling
komprehensif atas informasi, topik dan riset yang berhubungan dengan Pangeran
Raden Saleh.
Dr. George H.
Hundeshagen, sebagai salah satu keturunan Kyai Ngabehi Kertoboso Bustaman
(1681-1759) dan Kerajaan dan Kesultanan Mataram yang legendaris telah
mengeluarkan seleksi karya agung Raden Saleh dalam interpretasi yang baru dan
modern.
Sebagai penghormatan
bagi paman cicitnya, Dr. Hundeshagen juga mengekspresikan kecintaan yang
mendalam pada Indonesia, negara leluhurnya, dan sekali lagi memperlihatkan
kejeniusan dan kecemerlangan Pangeran Raden Saleh. Dr. Dr. Hundeshagen telah
mendapatkan pengakuan didunia seni Eropa dan Amerika, bukan hanya sebagai
kurator dari karya seni dan ketenaran Pangeran Raden Saleh, namun juga atas
adaptasi modern yang berani atas karya agung Pangeran Raden Saleh yang dipajang
di Galeri Raden Saleh.
Karya seni Dr.
Hundeshagen – seperti halnya karya agung paman cicitnya - telah menjadi koleksi
pribadi Ratu Elizabeth II dari Inggris, Ratu Beatrix dari Belanda dan juga
pemerintah Republik Indonesia.
2 Comentários:
terimakasih informasinya..
Terah pastikan kembali
Posting Komentar