Mengenal Sosok Affandi Sang Maestro
Affandi
Koesoema
(Cirebon, Jawa Barat, 1907 - 23 Mei 1990) adalah seorang pelukis yang dikenal
sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia, mungkin pelukis Indonesia yang paling
terkenal di dunia internasional, berkat gaya ekspresionisnya dan romantisme
yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak mengadakan pameran tunggal di India,
Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat. Pelukis yang produktif, Affandi telah
melukis lebih dari dua ribu lukisan.
Semasa
hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-karyanya
yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa, Amerika
maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang meraih
gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini dalam
mengerjakan lukisannya,lebih sering menumpahkan langsung
cairan cat dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain
dan mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang
sesuatu.
Dalam
perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of
Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran
ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit
dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni
lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang
menambah daya tariknya.
Kesederhanaan
cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri
ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi
Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme.
Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran apa itu?.
Bahkan
hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal
sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan
renik dianggapnya momok besar.Bahkan,
dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau,
julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena
kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang maestro
yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan
dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma
musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting.
Misalnya
jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia
menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai
omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi,
melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan
elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar.
Lebih
jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk
disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga.
Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis, ucapnya. Sampai
ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis.
Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak jauh dari
museum yang didirikannya itu.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar